Southern "Invasion": Ketika Australia Menduduki 'BANDJERMASIN'


10 Agustus 1945 menyaksikan pimpinan Jepang mengakui kekalahan dan memutuskan untuk menyerah. Rekaman pernyataan penyerahan Jepang oleh Kaisar Hirohito disiarkan melalui radio di seluruh penjuru Jepang lima hari kemudian, sementara itu, penerimaan Deklarasi Potsdam disampaikan pada pimpinan Sekutu sehari sebelumnya. Keputusan ini pun diteruskan kepada komando Jepang di China, Manchuria, dan Asia Tenggara, dan upacara penyerahan dilaksanakan pada 2 September 1945, mengakhiri Perang Dunia Kedua.

Kecepatan daripada keputusan Jepang untuk menyerah, tak sampai sepuluh hari dari luluh lantaknya Hiroshima oleh bom atom "Little Boy", berujung pada kekosongan kekuasaan atas wilayah-wilayah yang ia duduki, yang kemudian akan diambil alih oleh pasukan-pasukan Sekutu sesegera mungkin. Salah satu dari wilayah tersebut ialah Hindia Belanda, atau Indonesia. Bagian timur dari kepulauan ini diserahkan pada pasukan Australia, yang sudah memulai pendaratan di Kalimantan beberapa bulan sebelum penyerahan Jepang. Pendaratan besar terakhir terjadi di Balikpapan dengan kode operasi "OBOE 2". Sehingga, dengan penyerahan pasukan Jepang, kendali atas Kalimantan milik Belanda jatuh pada Divisi Ke-7 Australia.

Salah satu dari sekian tempat yang dianggap penting untuk diokupasi secara langsung ialah Banjarmasin, disebut juga 'Bandjermasin' oleh pihak Australia. Satu batalyon pun dikirim ke sana, Batalyon Ke-2/31, yang mendarat pada 17 September. Berjumlah sekitar 800 prajurit, mereka mendarat dari kapal-kapal HMAS Buderkin dan HMAS Gascoyne. Batalyon tersebut sampai di kota yang berpopulasikan kurang lebih 45,000 jiwa, dengan komunitas Tionghoa yang besar, sejumlah 8,000 orang. Kota ini juga berisikan 2,500 tentara Jepang.

Tentara Jepang di Banjarmasin, dipimpin Mayor-Jenderal Uno, menyerah pada Letnan Kolonel Murray Robson yang memimpin Batalyon Ke-2/31. Kedatangan prajurit-prajurit Australia tersebut disambut oleh penduduk Banjarmasin, khususnya orang-orang Tionghoa yang menyambut mereka dengan sebuah spanduk berisikan sambutan selamat datang. Tak lama setelah kedatangan mereka, pada 21 September, 242 tahanan Jepang mereka bebaskan, antara lain 65 tahanan perang India dan 177 warga sipil.

Meski begitu, tak semua berjalan lancar untuk batalyon tersebut. Di bulan Oktober, gerakan kemerdekaan Indonesia menunjukkan dirinya di kota tersebut, dan kabar akan adanya demonstrasi pro-republik sampai ke telinga Letkol Robson. Ia pun memberikan perintah, melarang adanya pengibaran bendera Merah-Putih, melarang terlaksananya demonstrasi dan unjuk rasa, serta melarang penyebaran pamflet-pamflet. Dihadapkan dengan reaksi tersebut, pimpinan kaum republikan di Banjarmasin tunduk.

Pada 18 Oktober, dengan tugas-tugas utamanya selesai, batalyon tersebut undur kembali ke Balikpapan. Kendali atas Banjarmasin diserahkan pada satu kompi—sekitar seratus sampai dua ratus prajurit—yang melanjutkan pendudukan atas kota tersebut, setidaknya sampai pasukan Inggris mengambil alih di kemudian hari.