Thomas Edward Lawrence, atau dikenal juga dengan nama Lawrence of Arabia tidak jarang dituduh sebagai pendukung Zionisme di Timur Tengah dan seorang imperialis yang menipu kalangan nasionalis Arab tanpa ada niat baik untuk membantu pemberontak Arab mencapai tujuan kemerdekaan dari Kesultanan Utsmaniyah dan mendirikan negara sendiri yang membentang dari Suriah ke Yaman, dan di antara Mesir dan Persia.

Tuduhan ini berasal dari keikutsertaan beliau dalam Pemberontakan Arab (1916-1918) sebagai penasihat yang ditugaskan oleh Inggris kepada  Faisal I, Sharif Mekkah, dan membantu para pemberontak Arab dalam menjalankan peperangan gerilya terhadap Kesultanan Utsmaniyah di front Arab seperti melakukan sabotase terhadap Jalur Kereta Hijaz untuk menggangu pengiriman suplai kepada garnisun-garnisun Utsmaniyah di Hijaz.

Dalam buku karangan beliau yang berjudul "Seven Pillars of Wisdom", tepatnya pada bab "Pendahuluan" beliau menuliskan rasa bersalah beliau terhadap para pemberontak Arab yang dikhianati oleh Pemerintahan Inggris, dan terdapat perkataan-perkataan yang dituliskan dengan nada simpatik yang mengungkapkan ambisi beliau untuk mendirikan sebuah negara yang merdeka bagi bangsa Arab.

'Saya berniat untuk mendirikan sebuah negara baru, mengembalikan pengaruh yang telah (lama) hilang, memberikan dua puluh (orang) semit sebuah fondasi, di mana mereka dapat membangun (sebuah negara) sesuai dengan impian pemikiran nasional mereka.'

Lawrence menggangap bahwa keberadaan beliau di tengah para pemberontak Arab merupakan suatu hal yang bersifat pribadi, beliau sendiri tidak keberatan ketika dinarasikan oleh pers sebagai seorang Arab. Seperti yang dikatakan Robert Fisk di pembukaan dalam buku "Seven Pillars of Wisdom" terbitan Vintage Classics:

'Ada sesuatu yang egosentris dari Lawrence. Obsesi dia mengenakan gaun Arab, ketersediaan beliau untuk difoto sebagai seorang Arab... Bahkan (ketika) di Perjanjian Versailles, dan kita hanya perlu melihat foto beliau bersama delegasi Arab, di mana beliau memutuskan untuk mengenakan Kuffiyah (busana penutup kepala Arab).'

Hal ini menggambarkan bagaimana Lawrence sangat menggangap bahwa perjuangan Arab dan pendirian sebuah negara Arab sebagai sesuatu yang pribadi sampai mendekati obsesi.

Perasaan pribadi beliau kembali ditegaskan di bab "Pendahuluan" kali ini dalam nada kekecewaan ketika mengetahui bahwa Pemerintahan Inggris dan Perancis lebih mengutamakam ambisi kolonial mereka di Timur Tengah ketimbang janji mereka (terutama janji Inggris) terhadap bangsa Arab.

'Sudah merupakan kemungkinaan yang kuat dari awal bahwa jika kami (bangsa Arab) memenangkan perang kami, janji-janji tersebut hanya merupakan janji palsu, dan jika saya menjadi penasihat yang jujur, saya akan menasihati para pejuang Arab untuk kembali ke rumah masing-masing dan tidak mengorbankan nyawa mereka dalam peperangan ini: tetapi saya mengacuhkan kemungkinan tersebut dengan harapan bahwa jika saya memenangkan perang ini (Pemberontakan Arab), saya akan mampu menempatkan (kepentingan) Arab pada posisi bernegosiasi yang kuat dan mampu memaksa para Adidaya (Inggris dan pemenang PD 1) untuk memberikan keputusan yang adil (kepada bangsa Arab).'

Setelah Perang Dunia 1 berakhir, setelah sekitar enam tahun setelah Pemberontakan Arab diproklamasikan oleh Sharif Faisal, T.E Lawrence terpengaruh oleh kekecewaannya berupaya untuk melarikan diri dari status selebritas beliau sebagai Lawrence of Arabia dengan mendaftar ke RAF menggunakan nama pseudonim, dan wafat pada tanggal 19 Mei 1935 dalam kecelakaan sepeda motor. Upaya melarikan diri ini dilakukan karena merasa bersalah, seperti yang beliau tuliskan di bab "Pendahulan" dalam buku "Seven Pillars of Wisdom":

'Hal tersisa yang mampu dilakukan adalah menolak segala penghargaan (terutama dalam bentuk ketenaran selebritas) atas keberhasilan saya dalam menjadi penipu yang sukses, dan untuk mencegah bertambahnya (perasaan) ketidakenakan (berbagai pihak).